Sabtu, 13 November 2010

Daftar Nama Binatang Langka Yang Dilindungi Di Indonesia

Berikut ini adalah daftar nama hewan yang dilindungi oleh hukum di Indonesia. Dilarang memelihara binatang tersebut tanpa persetujuan pihak yang berwenang. BPada umumnya habitat dari hewan yang dilindungi adalah cagar alam, di mana daerah cagar alam tersebut tidak boleh terusik dan terisolasi dari campur tangan kepentingan manusia.
- Alap-Alap
- Anggang
- Anoa
- Babi Rusa
- Badak Jawa
- Badak Kalimantan
- Badak Sumatera
- Bajing Tanah
- Bangau Hitam
- Banteng
- Bayam
- Beruang Muda
- Beruk Mentawai
- Biawak Ambong
- Biawak Maluku
- Biawak Pohon
- Biawak Togian
- Bimok ibis
- Buaya Sapit
- Buaya Taman
- Buaya Tawar
- Burung Beo Nias
- Burung Cacing
- Burung Dara Mahkota
- Burung Gosong
- Burung Kipas
- Burung Kipas Biru
- Burung Luntur
- Burung Madu
- Burung Maleo
- Burung Mas
- Burung Merak
- Burung Paok
- Burung Sesap
- Burung Titi
- Burung Udang
- Cendrawasih
- Cipan
- Cubo
- Duyun
- Gajah Sumatra
- Gangsa Batu Sula
- Gangsa Laut
- Harimau Loreng
- Harimau Sumatra
- Ibis Hitam
- Ibis Putih
- Itik Liar
- Jalak Bali
- Jalak Putih
- Jantingan
- Jelarang
- Julang
- Junai
- Kahau Kalimantan
- Kakaktua Hitam
- Kakaktua Kuning
- Kakatua Raja
- Kancil
- Kangkareng
- Kanguru Pohon
- Kasuari
- Kelinci Liar Sumatra
- Kera Tak Berbuntut
- Kijang
- Klaces
- Komodo
- Kowak Merah
- Kuau
- Kubung
- Kucing Hitam
- Kura-Kura Gading
- Kuskus
- Kuwuh
- Labis-Labis Besar
- Landak Irian
- Lumba-Lumba Air Laut
- Lumba-Lumba Air Tawar
- Lutung Mentawai
- Lutung Merah
- Macan tutul
- Maleo
- Malu-Malu
- Mambruk
- Mandar Suiawesi
- Marabus
- Meong Congkok
- Merak
- Minata
- Monyet Hitam
- Monyet Jambul
- Monyet Sulawesi
- Muncak
- Musang Air
- Nori Merah
- Orangutan Pongo
- Orangutan/Mawas
- Pelanduk Napu
- Pengisap Madu
- Penyu Raksasa
- Pesut
- Peusing
- Platuk Besi
- Raja Udang
- Rangkok
- Rankong
- Roko-Roko
- Rungka
- Rusa Bawean
- Sandanglawe
- Sapi Hutan
- Siamang
- Suruku
- Tando
- Tapir
- Trenggiling
- Tungtong
- Ular Panana
- Walang Kadak
- Walang Kekek
- Wili-Wili

* Elang Jawa

* Harimau Jawa
* Jalak Bali
* Pesut Mahakam
* Badak Jawa
* Bekantan
* Mentok Rimba
* Burung Maleo
* Kambing Hutan Sumatera
* Tarsius
* Beo Nias
* Babi Rusa
* Gelatik Jawa
* Orangutan Sumatera
* Rusa Bawean
* Penyu
* Baning Sulawesi
* Anoa
* Komodo
* Harimau Sumatera
* Kuau Raja
* Kelinci Sumatera
* Macan Tutul Jawa
* Merak Hijau
* Trenggiling
* Orangutan
* Nuri Sayap Hitam
* Penghisap Madu Elok
* Kakatua Maluku
* Kakatua Putih
* Bulus
* Kasuari Gelambir Ganda
* Cucak Rawa
* Gosong Maluku
* Sanca Bodo
* Puyuh Sengayan
* Cendrawasih Botak
* Junai Mas
* Panda Merah
* Ajak
* Koala
* Unta Baktrian
* Macan Tutul Salju
* Tapir Asia
* Penguin Bermata Kuning
* Kelinci Amami
* Kucing Emas
* Kanguru Pohon Mantel Emas
* Buaya Siam
* Panda
* Mambruk Victoria
* Cheetah
* Merak Kongo
* Macan Dahan
* Katak Wyoming
* Kera Hitam Sulawesi
* Biawak
* Banteng
* Takahē
* Ikan Paus Sperma
* Binturung
* Semut Peluru
* Beruang Kutub
* Kongkang Jeram
* Coelacanth





1. Alap-Alap
Spoiler for Alap-alap:
Spoiler for pesan:

Burung ini termasuk carnivora atau pemakan daging. Salah satu jenis dari alap-alap ini yang populer adalah alap-alap capung. Dia dikenal karena tubuhnya yang kecil. Burung alap-alap capung berparuh kecil, berdarah panas, dan seperti burung pada umumnya, dia membiak dengan cara bertelur.
Dikenal sebagai burung karnivora terkecil di dunia, alap-alap capung dapat ditemukan di kawasan Asia Tenggara dengan ukuran rata-rata sepanjang 15 cm dengan berat badan 35 gram.
Menurut wikipedia, klasifikasi ilmiah alap-alap capung yang masih berkerabat dengan elang dan rajawali ini adalah sebagai berikut.

2.Anoa
Spoiler for Anoa:
Spoiler for Anoa:

Anoa (Bubalus spp). Anoa disebut juga sapi hutan atau kerbau kerdil. Anoa merupakan satwa terbesar daratan Sulawesi. Terdapat dua jenis Anoa di Sulawesi, yaitu Bubalus depressicornis (Anoa dataran rendah) dan Bubalus quarlesi (Anoa dataran tinggi). Makanan Anoa berupa buah-buahan, tuna daun, rumput, pakis, dan lumut. Anoa bersifat soliter, walaupun pernah ditemui dalam kelompok. Seperti umumnya sapi liar, Anoa dikenal agresif dan perilakuknya sulit diramalkan. Karena hanya makan tunas pohon dan buah-buahan yang tidak banyak mengandung natrium, maka Anoa harus melengkapi makanannya dengan mencari natrium ditempat bergaram. Pada saat ini, populasi Anoa merosot tajam. Di cagar alam Tangkoko Dua Saudara Bitung Sulawesi Utar, jumlah Anoa menurun 90% selama 15 tahun dan jenis ini sudah mengalami kepunahan setempat

3. bangau hitam
Spoiler for bangau hitam:
Spoiler for pesan:

Masuk dalam suku ciconiidae, bangau tongtong berhabitat asli di Asia, khususnya wilayah India, Indo Cina dan Indonesia kecuali Irian dan Maluku. Mereka menyebar ke Afrika, Myanmar, Hong Kong dan Filipina. Burung berkaki kuat ini senang hidup di daerah rawa, sungai, hutan bakau, sawah, dan hutan terbuka. Kadang juga di daerah tanah kering dan berlumpur.
Tubuhnya berwarna hitam, kecuali leher dan perut bagian bawah berwarna putih. Panjang tubuh bisa mencapai 91 sentimeter. Di malam hari, bangau tongtong bertengger di pohon.
Spesies ini merupakan satu-satunya bangau yang tidak melebarkan kaki dan sayap pada saat terbang. Mereka termasuk hewan yang mempunyai banyak variasi gaya hidup. Bangau tongtong bisa hidup menyendiri, berpasangan atau kadang berkelompok. Burung yang di daerah Jawa populer dengan nama sandanglawe ini sudah makin sulit ditemui. Mereka termasuk satwa yang dilindungi undang-undang karena mulai terancam punah

4.burung merak
Spoiler for merak:
Spoiler for merak:



Merak Biru atau Merak India, yang dalam nama ilmiahnya Pavo cristatus adalah salah satu burung dari tiga spesies burung merak. Merak Biru mempunyai bulu berwarna biru gelap mengilap. Burung jantan dewasa berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 230cm, dengan penutup ekor yang sangat panjang berwarna hijau metalik. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak biru membentuk kipas. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya tidak mengilap, berwarna coklat kehijauan dengan garis-garis hitam dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Burung muda seperti betina.
Merak Biru mempunyai bulu berwarna biru gelap mengilap. Burung jantan dewasa berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 230cm, dengan penutup ekor yang sangat panjang berwarna hijau metalik. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak biru membentuk kipas. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya tidak mengilap, berwarna coklat kehijauan dengan garis-garis hitam dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Burung muda seperti Merak betina.

5. elang jawa
Spoiler for elang jawa:
Spoiler for elang jawa:



Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) adalah burung nasional Indonesia karena kemiripannya dengan Garuda dan juga merupakan simbol jenis satwa langka di Indonesia. Elang Jawa hanya terdapat di Pulau Jawa dan penyebarannya terbatas di hutan-hutan. Sebagai predator puncak, Elang Jawa memainkan peran yang penting dalam menjaga keseimbangan dan fungsi dari bioma hutan di Jawa. Elang Jawa merupakan salah satu jenis burung pemangsa terlangka di dunia. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau "Genting"

6. kuskus
Spoiler for kuskus:
Spoiler for kuskus:



Kuskus Beruang atau Kuse (Ailurops ursinus) adalah salah satu dari dua jenis kuskus endemik di Sulawesi. Binatang ini termasuk dalam golongan binatang berkantung (marsupialia), dimana betinanya membawa bayi di dalam kantong yang terdapat di bagian perut. Panjang badan dan kepala kuse adalah 56 cm, panjang ekornya 54 cm dan beratnya dapat mencapai 8 kg. Kuse memiliki ekor yang prehensil, yaitu ekor yang dapat memegang dan biasa digunakan untuk membantu berpegangan pada waktu memanjat pohon yang tinggi.Nasib Kuse di Sulawesi Utara berada dalam bahaya karena populasinya sudah terlampau kecil.Antara tahun 1980 dan 1995 di Tangkoko telah terjadi pengurangan kepadatan sebesar 50%, yakni dari 3,9 ekor per km2 menjadi 2,0 ekor per km2. Selama survei WCS di hutan-hutan lindung Sulawesi Utara tahun 1999, binatang ini hanya terlihat tujuh kali di sepanjang 491 km jalur transek. Ini menunjukkan kepadatan populasi yang sangat rendah.

7. burung gosong
Spoiler for burung gosong:
Spoiler for burung gosong:

Gosong Maluku yang dalam nama ilmiahnya Eulipoa wallacei adalah sejenis burung gosong berukuran kecil, dengan panjang sekitar 31cm, dan merupakan satu-satunya spesies di dalam genus tunggal Eulipoa.
Burung Gosong Maluku memiliki bulu berwarna coklat zaitun, kulit sekitar muka berwarna merah muda, iris mata coklat, tungkai kaki gelap, paruh kuning keabu-abuan, bulu sisi bawah abu-abu biru gelap dan tungging berwarna putih. Di punggungnya terdapat motif berbentuk palang dan penutup sayap yang berwarna merah gelap berujung abu-abu.
Populasi hewan endemik Indonesia ini hanya ditemukan di hutan perbukitan dan hutan pegunungan di kepulauan Maluku dan pulau Misool di Papua Barat. Gosong Maluku adalah satu-satunya burung gosong yang diketahui bertelur pada malam hari. Sarang burung Gosong Maluku biasanya terdapat di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai gunung berapi dan daerah-daerah yang hangat dari panas bumi.
Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, keamanan yang tidak stabil di Maluku yang menghambat usaha perlindungan spesies serta populasi yang terus menyusut dan daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas, Gosong Maluku dievaluasikan sebagai rentan di dalam

8. kijang
Spoiler for kijang:
Spoiler for kijang:

Kijang atau muncak adalah kerabat rusa yang tergabung dalam genus Muntiacus. Kijang berasal dari Dunia Lama dan dianggap sebagai jenis rusa tertua, telah ada sejak 15-35 juta tahun yang lalu, dengan sisa-sisa dari masa Miosen ditemukan di Prancis dan Jerman.Jantannya memiliki tanduk pendek yang dapat tumbuh bila patah.Hewan ini sekarang menarik perhatian penelitian evolusi molekular karena memiliki variasi jumlah kromosom yang dramatis dan ditemukannya beberapa jenis baru (terutama di Indocina).

itu baru sebagian hewan langka di indonesia gan,, sebenarnya masih banyak lagi hewan yang perlu dilestarikan di indonesia...
jangan biarkan anak cucu kita hanya bisa melihat hewan dari foto dan internet aja 
 
Elang Jawa




Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia.
  • Filum: Chordata.
  • Kelas: Aves.
  • Ordo: Falconiformes.
  • Famili: Accipitridae.
  • Genus: Spizaetus.
  • Spesies: S. bartelsi.

Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) adalah burung nasional Indonesia karena kemiripannya dengan Garuda dan juga merupakan simbol jenis satwa langka di Indonesia. Elang Jawa hanya terdapat di Pulau Jawa dan penyebarannya terbatas di hutan-hutan. Sebagai predator puncak, Elang Jawa memainkan peran yang penting dalam menjaga keseimbangan dan fungsi dari bioma hutan di Jawa. Elang Jawa merupakan salah satu jenis burung pemangsa terlangka di dunia. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau "Genting" (Collar et al., 1994, Shannaz et al., 1995).

“Saat ini populasi elang jawa yang ada tercatat sebanyak 19 ekor dan sebelumnya mencapai 200 ekor,” kata Petugas Pengendalian Ekosistem Hutan di Kawasan Tanaman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Dede Nugraha. Menurut dia, menyusutnya populasi burung yang dilindungi pemerintah itu disebabkan tanaman hutan yang dijadikan sumber makanan menipis bahkan beberapa titik menghilang akibat adanya penebangan liar.

Hingga saat ini, berdasarkan hasil monitoring di lapangan hanya sebanyak 19 ekor burung elang jawa yang masih berkeliaran di kawasan hutan konservasi TNGHS. Akan tetapi, satwa langka itu hingga sekarang belum juga berkembang-biak karena adanya kerusakan kawasan hutan taman nasional itu.

Identifikasi

Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor).



Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.

Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.

Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil.

Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.

Penyebaran, Ekologi dan Konservarsi

Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng.

Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m dpl.

Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas.

Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.

Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.

Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus dan Quercus), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari tempat rekreasi.

Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor. Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa. Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.

Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah agihannya yang terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu, organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.
 
Bekantan




Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Mammalia
  • Ordo: Primata
  • Famili: Cercopithecidae
  • Upafamili: Colobinae
  • Genus: Nasalis
    É. Geoffroy, 1812
  • Spesies: N. larvatus

Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.

Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan (Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa nama pada spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau.

Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut dari Pulau Kalimantan.

Binatang yang oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi “Terancam” (Endangered) merupakan satwa endemik pulau Kalimantan. Satwa ini dijadikan maskot (fauna identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990. Selain itu, satwa ini juga menjadi maskot Dunia Fantasi Ancol.

Ciri-ciri dan Habitat Bekantan.

Hidung panjang dan besar pada Bekantan (Nasalis larvatus) hanya dimiliki oleh spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai Monyet Belanda.

This image has been resized. Click this bar to view the full image. The original image is sized 640x480.


Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75 cm dengan berat mencapai 24 kg. Kera Bekantan betina berukuran sekitar 60 cm dengan berat 12 kg. Spesies ini juga memiliki perut yang besar (buncit). Perut buncit ini sebagai akibat dari kebiasaan mengkonsumsi makanannya yang selain mengonsumsi buah-buahan dan biji-bijian mereka juga memakan dedaunan yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna.

Bekantan (Nasalis larvatus) hidup secara berkelompok. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seekor Bekantan jantan yang besar dan kuat. Biasanya dalam satu kelompok berjumlah sekitar 10 sampai 30 ekor.

Satwa yang dilindungi ini lebih banyak menghabiskan waktu di atas pohon. Walaupun demikian Bekantan juga mampu berenang dan menyelam dengan baik, terkadang terlihat berenang menyeberang sungai atau bahkan berenang dari satu pulau ke pulau lain.

Seekor Bekantan betina mempunyai masa kehamilan sekitar166 hari atau 5-6 bulan dan hanya melahirkan 1 (satu) ekor anak dalam sekali masa kehamilan. Anak Bekantan ini akan bersama induknya hingga menginjak dewasa (berumur 4-5 tahun).

Habitat Bekantan (Nasalis larvatus) masih dapat dijumpai di beberapa lokasi antara lain di Suaka Margasatwa (SM) Pleihari Tanah Laut, SM Pleihari Martapura, Cagar Alam (CA) Pulau Kaget, CA Gunung Kentawan, CA Selat Sebuku dan Teluk Kelumpang. Juga terdapat di pinggiran Sungai Barito, Sungai Negara, Sungai Paminggir, Sungai Tapin, Pulau Bakut dan Pulau Kembang.

Konservasi Bekantan.

Bekantan (Nasalis larvatus) oleh IUCN Redlist sejak tahun 2000 dimasukkan dalam status konservasi kategori Endangered (Terancam Kepunahan) setelah sebelumnya masuk kategori “Rentan” (Vulnerable; VU). Selain itu Bekantan juga terdaftar pada CITES sebagai Apendix I (tidak boleh diperdagangkan secara internasional)

Pada tahun 1987 diperkirakan terdapat sekitar 260.000 Bekantan di Pulau Kalimantan saja tetapi pada tahun 2008 diperkirakan jumlah itu menurun drastis dan hanya tersisa sekitar 25.000. Hal ini disebabkan oleh banyaknya habitat yang mulai beralih fungsi dan kebakaran hutan.

Babirusa




Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Mammalia
  • Ordo: Artiodactyla
  • Famili: Suidae
  • Genus: Babyrousa
  • Spesies: B. babyrussa

Babirusa (Babyrousa babirussa) hanya terdapat di sekitar Sulawesi, Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru dan Maluku. Habitat babirusa banyak ditemukan di hutan hujan tropis. Hewan ini gemar melahap buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan dedaunan. Mereka hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa binatang buas yang sering menyerang.

Panjang tubuh babirusa sekitar 87 sampai 106 sentimeter. Tinggi babirusa berkisar pada 65-80 sentimeter dan berat tubuhnya bisa mencapai 90 kilogram. Meskipun bersifat penyendiri, pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.

This image has been resized. Click this bar to view the full image. The original image is sized 650x425.


Binatang yang pemalu ini bisa menjadi buas jika diganggu. Taringnya panjang mencuat ke atas, berguna melindungi matanya dari duri rotan. Babirusa betina melahirkan satu sampai dua ekor satu kali melahirkan. Masa kehamilannya berkisar antara 125 hingga 150 hari. Bayi babirusa itu akan disusui selama satu bulan, setelah itu akan mencari makanan sendiri di hutan bebas. Selama setahun babirusa betina hanya melahirkan satu kali. Usia dewasa seekor babirusa lima hingga 10 bulan, dan dapat bertahan hingga usia 24 tahun.

Mereka sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja dibunuh karena merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi hewan yang juga memangsa larva ini kian sedikit hingga termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah mereka diperkirakan tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia.

Sejak tahun 1996 hewan ini telah masuk dalam kategori langka dan dilindungi oleh IUCN dan CITES. Namun masih sering dijumpai perdagangan daging babirusa di daerah Sulawesi Utara. Karena itu, pusat penelitian dan pengembangan biologi LIPI bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat beserta Departemen Kehutanan dan Universitas Sam Ratulangi mengadakan program perlindungan terhadap hewan langka ini. Perlindungan tersebut meliputi pengawasan habitat babirusa dan membuat taman perlindungan babirusa di atas tanah seluas 800 hektar.
ket. tambahan : Penulisan yang benar untuk hewan ini adalah Babirusa bukan Babi Rusa.
Coelacanth


This image has been resized. Click this bar to view the full image. The original image is sized 642x342.


Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Sarcopterygii
  • Upakelas: Actinistia
  • Infrakelas: Coelacanthimorpha
  • Ordo: Coelacanthiformes
    Berg, 1937
Coelacanth (artinya "duri yang berongga", dari perkataan Yunani coelia, "κοιλιά" (berongga) dan acanthos, "άκανθος" (duri), merujuk pada duri siripnya yang berongga) IPA: [ˈsiːləˌkænθ] adalah nama ordo (bangsa) ikan yang antara lain terdiri dari sebuah cabang evolusi tertua yang masih hidup dari ikan berahang. Coelacanth diperkirakan sudah punah sejak akhir masa Cretaceous 65 juta tahun yang lalu, sampai sebuah spesimen ditemukan di timur Afrika Selatan, di perairan sungai Chalumna tahun 1938. Sejak itu Coelacanth telah ditemukan di Komoro, perairan pulau Manado Tua di Sulawesi, Kenya, Tanzania, Mozambik, Madagaskar dan taman laut St. Lucia di Afrika Selatan. Di Indonesia, khususnya di sekitar Manado, Sulawesi Utara, spesies ini oleh masyarakat lokal dinamai ikan raja laut.

Coelacanth terdiri dari sekitar 120 spesies yang diketahui berdasarkan penemuan fosil.

Fosil hidup

Sampai saat ini, telah ada 2 spesies hidup Coelacanth yang ditemukan yaitu Coelacanth Komoro, Latimeria chalumnae dan Coelacanth Sulawesi (manado), Latimeria menadoensis.

Hingga tahun 1938, ikan yang berkerabat dekat dengan ikan paru-paru ini dianggap telah punah semenjak akhir Masa Kretaseus, sekitar 65 juta tahun yang silam. Sampai ketika seekor coelacanth hidup tertangkap oleh jaring hiu di muka kuala Sungai Chalumna, Afrika Selatan pada bulan Desember tahun tersebut. Kapten kapal pukat yang tertarik melihat ikan aneh tersebut, mengirimkannya ke museum di kota East London, yang ketika itu dipimpin oleh Nn. Marjorie Courtney-Latimer. Seorang iktiologis (ahli ikan) setempat, Dr. J.L.B. Smith kemudian mendeskripsi ikan tersebut dan menerbitkan artikelnya di jurnal Nature pada tahun 1939. Ia memberi nama Latimeria chalumnae kepada ikan jenis baru tersebut, untuk mengenang sang kurator museum dan lokasi penemuan ikan itu.

Pencarian lokasi tempat tinggal ikan purba itu selama belasan tahun berikutnya kemudian mendapatkan perairan Kepulauan Komoro di Samudera Hindia sebelah barat sebagai habitatnya, di mana beberapa ratus individu diperkirakan hidup pada kedalaman laut lebih dari 150 m. Di luar kepulauan itu, sampai tahun 1990an beberapa individu juga tertangkap di perairan Mozambique, Madagaskar, dan juga Afrika Selatan. Namun semuanya masih dianggap sebagai bagian dari populasi yang kurang lebih sama.

Pada tahun 1998, enampuluh tahun setelah ditemukannya fosil hidup coelacanth Komoro, seekor ikan raja laut tertangkap jaring nelayan di perairan Pulau Manado Tua, Sulawesi Utara. Ikan ini sudah dikenal lama oleh para nelayan setempat, namun belum diketahui keberadaannya di sana oleh dunia ilmu pengetahuan. Ikan raja laut secara fisik mirip coelacanth Komoro, dengan perbedaan pada warnanya. Yakni raja laut berwarna coklat, sementara coelacanth Komoro berwarna biru baja.

Ikan raja laut tersebut kemudian dikirimkan kepada seorang peneliti Amerika yang tinggal di Manado, Mark Erdmann, bersama dua koleganya, R.L. Caldwell dan Moh. Kasim Moosa dari LIPI. Penemuan ini kemudian dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature. Maka kini orang mengetahui bahwa ada populasi coelacanth yang kedua, yang terpisah menyeberangi Samudera Hindia dan pulau-pulau di Indonesia barat sejauh kurang-lebih 10.000 km. Belakangan, berdasarkan analisis DNA-mitokondria dan isolasi populasi, beberapa peneliti Indonesia dan Prancis mengusulkan ikan raja laut sebagai spesies baru Latimeria menadoensis.

Dua tahun kemudian ditemukan pula sekelompok coelacanth yang hidup di perairan Kawasan Lindung Laut (Marine Protected Areas) St. Lucia di Afrika Selatan. Orang kemudian menyadari bahwa kemungkinan masih terdapat populasi-populasi coelacanth yang lain di dunia, termasuk pula di bagian lain Nusantara, mengingat bahwa ikan ini hidup terisolir di kedalaman laut, terutama di sekitar pulau-pulau vulkanik. Hingga saat ini status taksonomi coelacanth yang baru ini masih diperdebatkan.

Pada bulan Mei 2007, seorang nelayan Indonesia menangkap seekor coelacanth di lepas pantai Provinsi Sulawesi Utara. Ikan ini memiliki ukuran sepanjang 131 centimeter dengan berat 51 kg ketika ditangkap.

Kera Hitam Sulawesi


This image has been resized. Click this bar to view the full image. The original image is sized 594x771.


Kera Hitam Sulawesi merupakan jenis primata yang mulai langka dan terancam kepunahan. Kera Hitam Sulawesi yang dalam bahasa latin disebut Macaca nigra merupakan satwa endemik Sulawesi Utara.

Kera Hitam Sulawesi selain mempunyai bulu yang berwarna hitam juga mempunyai ciri yang unik dengan jambul di atas kepalanya. Kera yang oleh masyarakat setempat disebut Yaki ini semakin hari semakin langka dan terancam punah. Bahkan oleh IUCN Redlist digolongkan dalam status konservasi Critically Endangered (Krisis).

Kera Hitam Sulawesi sering juga disebut monyet berjambul. Dan oleh masyarakat setempat biasa dipanggil dengan Yaki, Bolai, Dihe. Dalam bahasa Inggris primata langka ini disebut dengan beberapa nama diantaranya Celebes Crested Macaque, Celebes Black ape, Celebes Black Macaque, Celebes Crested Macaque, Celebes Macaque, Crested Black Macaque, Gorontalo Macaque, Sulawesi Macaque. Dalam bahasa latin (ilmiah) Kera Hitam Sulawesi dinamai Macaca nigra yang bersinonim dengan Macaca lembicus (Miller, 1931) Macaca malayanus (Desmoulins, 1824).

Ciri-ciri Kera Hitam Sulawesi.

Kera Hitam Sulawesi (Macaca nigra) mempunyai ciri-ciri sekujur tubuh yang ditumbuhi bulu berwarna hitam kecuali pada daerah punggung dan selangkangan yang berwarna agak terang. Serta daerah seputar pantat yang berwarna kemerahan.

Pada kepala Kera Hitam Sulawesi (Yaki) memiliki jambul. Mukanya tidak berambut dan memiliki moncong yang agak menonjol. Panjang tubuh Kera Hitam Sulawesi dewasa berkisar antara 45 hingga 57 cm, beratnya sekitar 11-15 kg.

Habitat dan Tingkah Laku.

Kera Hitam Sulawesi hidup secara berkelompok Besar kelompoknya terdiri antara 5-10 ekor. Kelompok yang besar biasanya terdiri atas beberapa pejantan dengan banyak betina dewasa dengan perbandingan satu pejantan berbanding 3 ekor betina.

Primata yang menyukai jenis–jenis pohon yang tinggi dan bercabang banyak. Sepertti Beringin (Ficus sp) dan Dao (Dracontomelon dao) ini merupakan hewan omnivora, mulai dari buah-buahan hingga serangga. Musuh utama Kera Hitam Sulawesi (Macaca nigra) ini sama seperti tarsius yaitu ular Phyon.Primata ini banyak menghabiskan waktu di pohon.

Penyebaran Kera Hitam Sulawesi biasanya terfokus di hutan primer pada lokasi yang masih banyak jenis pohon berbuah yang biasa dimakan oleh satwa ini. Daya jelajahnya (home range) selalu menuju ke satu arah dan akan kembali kearah semula dengan daya jelajah antara 0,8–1 km.

Binatang langka ini dapat ditemui di Sulawesi Utara di Taman Wisata Alam Batuputih, Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus, Cagar Alam Gunung Duasudara, Cagar Alam Gunung Ambang, Gunung Lokon dan Tangale. Juga dibeberapa pulau seperti di pulau Pulau Manadotua and Pulau Talise, Pulau Lembeh (kemungkinan telah punah), termasuk di Pulau Bacan (Maluku).

Konservasi.

Kera Hitam Sulawesi merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan UU RI No.5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1999. Populasi Kera Hitam Sulawesi berdasarkan data tahun 1998 diperkirakan kurang dari 100.000 ekor. Jumlah ini diyakini semakin mengalami penurunan. Penurunan popolasi ini sebagian besar diakibatkan oleh perburuan liar.

Karena jumlah populasinya yang semakin menurun, IUCN Redlist memasukkan Kera Hitam Sulawesi dalam daftar status konservasi Critically Endangered (kritis) sejak tahun 2008. Dan CITES juga memasukkan satwa endemik ini sebagai Apendix II.

Klasifikasi ilmiah.
  • Kerajaan: Animalia;
  • Filum: Chordata;
  • Kelas: Mammalia;
  • Ordo: Primata;
  • Famili: Cercopithecidae;
  • Genus: Macaca;
  • Spesies: Macaca nigra.
Merak Kongo




Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Aves
  • Ordo: Galliformes
  • Famili: Phasianidae
  • Genus: Afropavo
    Chapin, 1936
  • Spesies: A. congensis

Merak Kongo atau dalam nama ilmiahnya Afropavo congensis adalah salah satu burung dari tiga spesies merak. Spesies ini merupakan satu-satunya burung di marga Afropavo dan merak yang terdapat di Afrika. Penampilannya menyerupai burung merak Pavo dari Asia yang masih muda. Burung jantan dewasa berukuran besar, dengan panjang mencapai 70 cm, dan memiliki bulu berwarna biru gelap dihiasi warna hijau dan ungu mengilap. Kulit lehernya berwarna merah dan diatas kepalanya terdapat jambul tegak berwarna putih. Burung betina berwarna coklat, dengan bulu-bulu sayap dan di belakang tubuhnya berwarna hijau mengilap. Di kepalanya terdapat jambul berwarna coklat.

Burung ini endemik di Republik Demokratik Kongo, populasi merak Kongo hanya ditemukan di hutan dataran rendah di negara Afrika ini. Pakan burung merak Kongo terdiri dari aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan, aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil.

Merak Kongo pertama ditemukan sebagai spesies baru ke dunia pengetahuan pada tahun 1936 oleh Dr. James Chapin, berdasarkan dari dua ekor spesimen di Museum Kongo di Belgia.

Penangkapan liar, hilangnya habitat hutan, serta daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas mengancam populasi burung merak Kongo. Spesies ini dievaluasikan sebagai rentan di dalam IUCN Red List.
Mambruk Victoria





Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Aves
  • Ordo: Columbiformes
  • Famili: Columbidae
  • Genus: Goura
  • Spesies: G. victoria

Mambruk Victoria atau dalam nama ilmiahnya Goura victoria adalah sejenis burung yang terdapat di dalam suku burung Columbidae. Mambruk Victoria adalah salah satu dari tiga burung dara mahkota dan merupakan spesies terbesar di antara jenis-jenis burung merpati.

Burung Mambruk Victoria berukuran besar, dengan panjang mencapai 74cm, dan memiliki bulu berwarna biru keabu-abuan, jambul seperti kipas dengan ujung putih, dada merah marun keunguan, paruh abu-abu, kaki merah kusam, dan garis tebal berwarna abu-abu di sayap dan ujung ekornya. Di sekitar mata terdapat topeng hitam dengan iris mata berwarna merah. Burung jantan dan betina serupa.

Populasi Mambruk Victoria tersebar di hutan dataran rendah, hutan sagu dan hutan rawa di bagian utara pulau Irian, yang juga termasuk pulau Yapen, pulau Biak dan pulau-pulau kecil disekitarnya.

Burung Mambruk Victoria bersarang di atas dahan pohon. Sarangnya terbuat dari ranting-ranting dan dedaunan. Burung betina biasanya menetaskan sebutir telur berwarna putih.

Mambruk Victoria adalah terestrial spesies. Burung ini mencari makan di atas permukaan tanah. Pakan burung Mambruk Victoria terdiri dari aneka biji-bijian dan buah-buahan yang jatuh di tanah. Spesies ini biasanya hidup berpasangan atau dalam kelompok.

Nama dari spesies ini memperingati seorang ratu Inggris, Victoria dari Britania Raya.

Mambruk Victoria diburu untuk di ambil daging dan bulunya. Spesies ini sudah jarang ditemui di daerah dekat populasi manusia. Mambruk Victoria dievaluasikan sebagai rentan di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.
Banteng


This image has been resized. Click this bar to view the full image. The original image is sized 650x430.


Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Mammalia
  • Ordo: Artiodactyla
  • Famili: Bovidae
  • Upafamili: Bovinae
  • Genus: Bos
  • Spesies: B. javanicus

Tembadau atau banteng (dari bahasa Jawa, banthèng), Bos javanicus, adalah hewan yang sekerabat dengan sapi dan ditemukan di Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Kalimantan, Jawa, and Bali. Banteng dibawa ke Australia Utara pada masa kolonisasi Britania pada 1849 dan sampai sekarang masih lestari.

Terdapat tiga anak jenis banteng liar: B. javanicus javanicus (di Jawa, Madura, dan Bali), B. javanicus lowi (di Kalimantan, jantannya berwarna coklat bukan hitam), dan B. javanicus birmanicus (di Indocina). Anak jenis yang terakhir digolongkan sebagai Terancam oleh IUCN.

Banteng dapat mencapai tinggi sekitar 1,6m di bagian pundaknya dan panjang badan 2,3 m. Berat banteng jantan biasanya sekitar 680 - 810 kg — jantan yang sangat besar bisa mencapai berat satu ton — sedangkan betinanya lebih ringan. Banteng memiliki bagian putih pada kaki bagian bawah, punuk putih, serta warna putih disekitar mata dan moncongnya, walaupun terdapat sedikit dimorfisme seksual pada ciri-ciri tersebut. Banteng jantan memiliki kulit berwarna biru-hitam atau atau coklat gelap, tanduk panjang melengkung ke atas, dan punuk di bagian pundak. Sementara, betinanya memiliki kulit coklat kemerahan, tanduk pendek yang mengarah ke dalam dan tidak berpunuk.

Banteng hidup dari rumput, bambu, buah-buahan, dedaunan, dan ranting muda. Banteng umumnya aktif baik malam maupun siang hari, tapi pada daerah pemukiman manusia, mereka beradaptasi sebagai hewan nokturnal. Banteng memiliki kecenderungan untuk berkelompok pada kawanan berjumlah dua sampai tiga puluh ekor. Di Jawa, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Bali Barat, dan Taman Nasional Baluran menjadi pertahanan terakhir hewan asli Asia Tenggara ini.

Banteng telah didomestikasi di beberapa daerah di Asia Tenggara dan Australia dan dikenal sebagai sapi bali. Hingga tahun 2008 diperkirakan jumlahnya mencapai sekitar 1,5 juta ekor. Banteng ternak dan liar dapat saling kawin dan keturunan yang dihasilkannya sering kali subur 
Panda





Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Mammalia
  • Ordo: Carnivora
  • Famili: Ursidae
  • Genus: Ailuropoda
    Milne-Edwards, 1870
  • Spesies: A. melanoleuca

Panda Besar (Hanzi: 貓熊;; pinyin: mao xiong), Ailuropoda melanoleuca ("Kaki-kucing hitam-putih") atau diringkas Panda, adalah seekor mamalia yang biasanya diklasifikasikan ke dalam keluarga beruang, Ursidae, yang hewan asli Tiongkok tengah. Panda Besar tinggal di wilayah pegunungan, seperti Sichuan dan Tibet. Pada setengah abad ke-20 terakhir, panda menjadi semacam lambang negara Tiongkok, dan sekarang ditampilkan pada uang emas negara tersebut.

Nama China-nya berarti "kucing-beruang," dan juga bisa dibaca dibalik tanpa mengubah arti. Ia dinamai panda di Barat karena mirip dengan Panda Merah, dan dulunya dikenal sebagai Beruang Belang (Ailuropus melanoleucus).

Meskipun secara taksonomis ia adalah karnivora, makanannya seperti herbivora, sebagian besar tumbuh-tumbuhan, hampir hanya bambu saja. Secara teknis, seperti banyak hewan, panda adalah omnivora, karena diketahui mereka juga makan telur, dan juga serangga selain bambu. Kedua makanan ini adalah sumber protein yang diperlukan. Telinganya bergerak-gerak saat mereka mengunyah.

Panda Besar juga masih bersaudara dengan Panda Merah, tetapi mereka dinamai mirip sepertinya akrena kebiasaan mereka memakan bambu. Sebelum hubungannya dengan Panda Merah ditemukan pada tahun 1901, Panda Besar dikenal sebagai beruang berwarna dua.

Selama puluhan tahun, klasifikasi taksonomi panda yang tepat diperdebatkan karena baik Panda Besar maupun Panda Merah memiliki ciri-ciri seperti beruang dan rakun. Namun, pengujian genetika mengungkapkan bahwa Panda Besar adalah beruang sejati dan termasuk keluarga Ursidae. Saudara terdekatnya dalam keluarga beruang adalah Beruang Berkacamata di Amerika Selatan. Sekarang masih diperdebatkan apakah Panda Merah termasuk keluarga Ursidaea tau keluarga rakut, Procyonidae.

Panda Besar termasuk spesies terancam punah, terancam oleh kehilangan habitat dan tingkat kelahiran sangat rendah, baik di alam maupun di kandang. Sekitar 1.600 diyakini masih hidup di alam. Panda Besar adalah lambang World Wildlife Fund (WWF), organisasi pelestarian alam.

Panda Besar memiliki cakar yang ganjil, dengan "jempol" dan lima jari; "jempol" ini sebenarnya tulang-pergelangan tangan yang termodifikasi. Stephen Jay Gould menulis esai tentang topik ini, lalu menggunakan judul The Panda's Thumb untuk buku kumpulan esainya.

Panda Besar pertama kali dikenal di dunia Barat pada 1869 oleh misionaris Prancis Armand David (1826–1900). Panda Besar lama menjadi hewan favorit masyarakat, sebagian karena spesies ini lucu seperti bayi, mirip dengan boneka beruang hidup. Panda juga sering digambarkan sedang berbaring santai sambil makan bambu, bukan berburu, sehingga meningkatlah citranya sebagai hewan manis dan cinta damai.

Peminjaman panda besar ke kebun binatang Amerika Serikat dan Jepang merupakan bagian penting diplomasi Republik Rakyat Cina pada tahun 1970-an karena peminjaman ini menandai sebagian pertukaran budaya pertama antara Tiongkok dan dunia Barat.

Namun, pada tahun 1984, panda sudah tidak lagi digunakan sebagai alat diplomasi. Alih-alih, China mulai menawarkan panda kepada negara-negara lain untuk peminjaman hanya sepuluh tahun. Ketentuan peminjaman standar mencakup tarif hingga US$1.000.000 per tahun dan syarat bahwa anak yang lahir semasa peminjaman adalah milik Republik Rakyat China.

Pada 1998 akibat tuntutan hukum oleh WWF, U.S. Fish and Wildlife Service mengharuskan kebun binatang AS yang ingin mengimpor panda agar memastikan bahwa setengah tarif yang dipasang China disalurkan untuk upaya pelestarian panda liar dan habitatnya, barulah lembaga tersebut mau mengeluarkan izin pengimporan panda tersebut.

Unta Baktrian





Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Mamalia
  • Ordo: Artiodactyla
  • Famili: Camelidae
  • Genus: Camelus
  • Spesies: C. bactrianus

Unta Baktrian (Camelus bactrianus) adalah binatang berkuku belah yang asli dari stepa-stepa di Asia timur. Unta Baktrian mempunyai dua punuk pada punggungnya, berbeda dengan Unta dromedarius, yang juga dikenal sebagai Unta Arab, yang hanya berpunuk satu.

Hampir semua Unta Baktrian yang diperkirakan berjumlah 1,4 juta ekor sekarang ini diternakkan, tetapi pada Oktober 2002 diperkirakan 950 ekor tetap hidup liar di Tiongkok barat laut dan Mongolia dimasukkan dalam daftar spesies terancam kritis.

Unta Baktrian tingginya lebih dari 2 meter pada punuknya dengan berat sekitar 725 kg. Mereka tergolong herbivora, memakan rumput, daun-daunan, dan sereal, mampu minum hingga 120 liter air sekaligus. Mulutnya sangat kuat, memungkinkan mereka memakan tanaman-tanaman gurun yang berduri.

Daya adaptasi mereka sangat baik untuk melindungi dirinya dari panas padang gurun dan pasir, dengan telapak kaki yang lebar dan berlapis serta lapisan-lapisan kulit yang tebal di lututnya serta dadanya, lubang hidung yang dapat membuka dan menutup, telinga yang penuh dengan rambut-rambut pelindung, serta alis mata yang tebal dengan dua baris bulu mata yang panjang. Bulu yang tebal dan wol lapisan dalamnya membuat binatang ini tetap hangat di malam-malam padang gurun yang dingin juga melapisinya terhadap panas di siang hari.

Unta Dromedarius (Camelus dromedarius) adalah satu-satunya unta lain yang bertahan, yang aslinya dari Gurun Sahara, tetapi kini telah lenyap di alam liarnya. Dibandingkan dengan Dromedarius, Unta Baktrian lebih kekar dan tangguh serta mampu bertahan di panas padang gurun yang membakar di Iran utara hingga musim dingin yang membeku di Tibet . Dromedarius lebih tinggi dan lebih cepat bergeraknya. Pengendara dapat membuatnya berjalan dengan kecepatan antara 13-16 km per jam selama berjam-jam. Seekor Unta Baktrian yang membawa beban dapat berjalan dengan kecepatan sekitar 4 km per jam.

Ada bukti-bukti bahwa Unta Baktrian dapat dibagi ke dalam sejumlah sub-spesies. Khususnya telah ditemukan sebuah populasi Unta Baktrian liar yang hidup di suatu bagian dari wilayah Gashun Gobi dari Gurun Gobi. Populasi ini berbeda dengan kelompok yang telah dijinakkan baik dalam susunan genetikanya maupun perilakunya. Namun, signifikansi perbedaan itu elum terlihat.

Kemungkinan ada tiga wilayah dalam susunan genetika yang sangat berbeda dari unta-unta yang telah dijinakkan. Perbedaan kode genetika dasarnya hingga 3%. Namun, karena sedikitnya unta-unta Baktrian liar, tidak jelas bagaimana kepelbagaian genetia alamiahnya di kalangan populasi unta ini.

Sebuah perbedaan luar biasa lainnya adalah kemampuan unta-unta liar ini untuk meminum air asin, meskipun tidak jelas bagaimana unta ini dapat menyerap air yang bermanfaat dari air asin ini. Unta-unta yang telahd dijinakkan tidak mencoba meminum air asin, meskipun alasannya tidak jelas.
 
Koala


This image has been resized. Click this bar to view the full image. The original image is sized 1000x967.



Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Mammalia
  • Infrakelas: Marsupialia
  • Ordo: Diprotodontia
  • Upaordo: Vombatiformes
  • Famili: Phascolarctidae
  • Genus: Phascolarctos
  • Spesies: P. cinereus

Koala (Phascolarctos cinereus) adalah salah satu binatang berkantung (marsupial) khas dari Australia dan merupakan wakil satu-satunya dari keluarga Phascolarctidae.

Pada umumnya, banyak dikatakan bahwa kata koala berasal dari bahasa Australia pribumi yang berarti tidak minum. Koala sebenarnya minum air tetapi sangat jarang karena makanannya, daun ekaliptus, sudah mengandung cukup air sehingga koala tidak perlu turun dari pohon untuk minum.

Koala dapat ditemukan di sepanjang pesisir timur Australia mulai dari Adelaide sampai ke Semenanjung Cape York, dan sampai jauh ke pedalaman karena ada curah hujan yang cukup untuk mendukung hutan yang cocok bagi koala.

Koala mirip dengan wombat (saudara terdekat mereka), namun memiliki bulu yang lebih tebal dan lembut, telinga yang lebih besar, dan kaki-tangan yang lebih panjang dilengkapi dengan cakar yang besar dan panjang untuk membantunya memanjat.

Beratnya bervariasi dari 14 kg untuk jantan selatan yang besar, sampai 5 kg untuk betina utara yang kecil. Mereka biasanya diam, tetapi koala jantan memiliki teriakan penarik yang kuat yang dapat didengar hampir satu kilometer pada musim kawin.

Koala hidup hanya dari daun ekaliptus. Daun ekaliptus mengandung protein dalam jumlah rendah, zat tak tercerna dalam kadar tinggi, dan mengandung senyawa fenol dan terpena yang beracun bagi spesies lain. Seperti wombat dan kukang, koala memiliki tingkat metabolisme yang rendah untuk seekor mamalia dan istirahat tanpa bergerak sekitar 20 jam sehari, dari kebanyakan waktu tersebut digunakan untuk tidur. Mereka makan tidak tergantung waktu, tetapi biasanya pada malam hari. Koala umumnya memakan 500 gram daun eucalyptus per hari, mengunyah mereka sampai menjadi pasta yang halus sebelum menelannya. Hatinya memisahkan bahan beracun dan siap untuk dibuang, dan "hind gut"nya (terutama caecum) lebih besar untuk mengambil jumlah nutrisi maksimum dari makanan yang berkualitas rendah.

Walaupun penampilannya yang lucu, koala tidak pada umumnya dijadikan binatang peliharaan karena koala tidak cocok dengan lingkungan pinggiran kota. Di Australia menjadikan koala sebagai binatang peliharaan adalah melanggar hukum.

Koala adalah salah satu dari hanya beberapa mamalia yang memiliki sidik jari. Sidik jari koala sangat mirip dengan sidik jari manusia; bahkan dibawah mikroskop, sangat sulit untuk membedakan keduanya.
Sanca bodo




Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Reptilia
  • Ordo: Squamata
  • Upaordo: Serpentes
  • Famili: Pythonidae
  • Genus: Python
  • Spesies: P. molurus

Sanca bodo (Python molurus) adalah sejenis ular anggota keluarga (familia) ular besar (Boidae) dan termasuk anaksuku ular sanca. Ada dua anakjenis yang diakui: Python molurus molurus yang dijumpai di anakbenua India dan P. m. bivittatus Kuhl (1920) yang hidup secara alami di Indocina, Jawa, Bali, Sumbawa, dan sebagian Sulawesi. Anakjenis bivittatus ada yang mencapai panjang lebih dari lima meter. Rentang habitat mencakup sebagian besar daerah tropis dan subtropis. Wilayah jelajahnya mencakup berbagai habitat hutan namun selalu tidak terlalu jauh dari air dan kadang-kadang, daerah pemukiman manusia. Dalam beberapa dekade terakhir, ular ini juga menjadi penghuni liar hutan di Florida, Amerika Serikat, sebagai hewan invasif akibat para pemeliharanya melepaskan hewan ini begitu saja ke alam liar.

Ular ini memangsa berbagai vertebrata, namun paling besar adalah babi atau rusa tutul. Sebagaimana jenis sanca lainnya, sanca bodo bertelur dan betinanya "mengerami". Akibat perburuan dan perusakan habitat, sanca bodo oleh IUCN dimasukkan sebagai spesies "hampir terancam".

MARI KITA SAMA - SAMA MENJAGA ALAM KITA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar