Sabtu, 06 November 2010

Gunung Salak




Gunung Salak merupakan sebuah gunung berapi yang terdapat di pulau Jawa, Indonesia. Gunung ini mempunyai beberapa puncak, di antaranya Puncak Salak I dan Salak II. Letak geografis puncak gunung ini ialah pada 6°43' LS dan 106°44' BT. Tinggi puncak Salak I 2.211 m dan Salak II 2.180 m dpl. Ada satu puncak lagi bernama Puncak Sumbul dengan ketinggian 1.926 m dpl.
Secara administratif, G. Salak termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengelolaan kawasan hutannya semula berada di bawah Perum Perhutani KPH Bogor, namun sejak 2003 menjadi wilayah perluasan Taman Nasional Gunung Halimun, kini bernama Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.

Vulkanologi dan geologi

Gunung Salak merupakan gunung api strato tipe A. Semenjak tahun 1600-an tercatat terjadi beberapa kali letusan, di antaranya rangkaian letusan antara 1668-1699, 1780, 1902-1903, dan 1935. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1938, berupa erupsi freatik yang terjadi di Kawah Cikuluwung Putri.
Menurut Hartman (1938) G. Salak I merupakan bagian gunung yang paling tua. Disusul oleh G. Salak II dan kemudian muncul G. Sumbul. Sedangkan Kawah Ratu diperkirakan merupakan produk akhir dari G. Salak. Kawah Cikuluwung Putri dan Kawah Hirup masih merupakan bagian dari Kawah Ratu.

 

Jalur pendakian

Gunung Salak dapat didaki dari beberapa jalur pendakian. Puncak yang paling sering didaki adalah puncak II dan I. Jalur yang paling ramai adalah melalui Curug Nangka, di sebelah utara gunung. Melalui jalur ini, orang akan sampai pada puncak Salak II.

Puncak Salak I biasanya didaki dari arah timur, yakni Cimelati dekat Cicurug. Salak I bisa juga dicapai dari Salak II, dan dengan banyak kesulitan, dari Sukamantri, Ciapus.
Jalur lain adalah ‘jalan belakang’ lewat Cidahu, Sukabumi, atau dari Kawah Ratu dekat G. Bunder.
Selain itu Gunung Salak lebih populer sebagai ajang tempat pendidikan bagi klub-klub pecinta alam, terutama sekali daerah punggungan Salak II. Ini dikarenakan medan hutannya yang rapat dan juga jarang pendaki yang mengunjungi gunung ini. Juga memiliki jalur yang cukup sulit bagi para pendaki pemula dikarenakan jalur yang dilewati jarang kita temukan cadangan air kecuali di Pos I jalur pendakian Kawah Ratu, beruntung di puncak Gunung ( 2211Mdpl ) ditemukan kubangan mata air.Gunung Salak meskipun tergolong sebagai gunung yang rendah, akan tetapi memiliki keunikan tersendiri baik karakteristik hutannya maupun medannya.

Tutupan hutan

Hutan-hutan di Gunung Salak terdiri dari hutan pegunungan bawah (submontane forest) dan hutan pegunungan atas (montane forest).

Bagian bawah kawasan hutan, semula merupakan hutan produksi yang ditanami Perum Perhutani. Beberapa jenis pohon yang ditanam di sini adalah tusam (Pinus merkusii) dan rasamala (Altingia excelsa). Kemudian, sebagaimana umumnya hutan pegunungan bawah di Jawa, terdapat pula jenis-jenis pohon puspa (Schima wallichii), saninten
(Castanopsis sp.), pasang (Lithocarpus sp.) dan aneka jenis huru (suku Lauraceae).

Di hutan ini, pada beberapa lokasi, terutama di arah Cidahu, Sukabumi, ditemukan pula jenis tumbuhan langka raflesia (Rafflesia rochussenii) yang menyebar terbatas sampai Gunung Gede dan Gunung Pangrango di dekatnya.
Pada daerah-daerah perbatasan dengan hutan, atau di dekat-dekat sungai, orang menanam jenis-jenis kaliandra merah (Calliandra calothyrsus), dadap cangkring (Erythrina variegata), kayu afrika (Maesopsis eminii), jeunjing (Paraserianthes falcataria) dan berbagai macam bambu.

Margasatwa

Aneka margasatwa ditemukan di lingkungan G. Salak, mulai dari kodok dan katak, reptil, burung hingga mamalia.
Hasil penelitian D.M. Nasir (2003) dari Jurusan KSH Fakultas Kehutanan IPB, mendapatkan 11 jenis kodok dan katak di lingkungan S. Ciapus Leutik, Desa Tamansari, Kab. Bogor.
Jenis-jenis itu ialah Bufo asper, B. melanostictus, Leptobrachium hasseltii, Fejervarya limnocharis, Huia masonii, Lim
nonectes kuhlii, L. macrodon, L.microdiscus, Rana chalconota, R. erythraea dan R. hosii. Hasil ini belum mencakup jenis-jenis katak pohon, dan jenis-jenis katak pegunungan lainnya yang masih mungkin dijumpai. Di Cidahu juga tercatat adanya jenis bangkong bertanduk (Megophrys montana) dan katak terbang (Rhacophorus reinwardtii).

Berbagai jenis reptil, terutama kadal dan ular, terdapat di gunungini. Beberapa contohnya adalah bunglon Bronchocela jubata dan B. cristatella, kadal kebun Mabuya multifasciata
dan biawak sungai Varanus salvator.
Jenis-jenis ular di G. Salak belum banyak diketahui, namun beberapa di antaranya tercatat mulai dari ular tangkai (Calamaria sp.) yang kecil pemalu, ular siput (Pareas carinatus)
hingga ular sanca kembang (Python reticulatus) sepanjang beberapa
meter.
G. Salak telah dikenal lama sebelumnya sebagai daerah yang kaya

burung, sebagaimana dicatat oleh Vorderman (1885). Hoogerwerf (1948) mendapatkan tidak k
urang dari 232 jenis burung di gunung
ini (total Jawa: 494 jenis, 368 jenis penetap). Beberapa jenis yang cukup penting dari gunung ini ialah elang jawa (Spizaetus bartelsi) dan beberapa jenis elang lain, ayam-hutan merah (Gallus gallus), Cuculus micropterus, Phaenicophaeus javanicus dan P. curvirostris, Sasia abnormis, D
icrurus remifer, Cissa thalassina, Crypsirina temia, burung kuda Garrulax rufifrons, Hypothymis azurea, Aethopyga eximia dan A. mystacalis, serta Lophozosterops javanica.
Sebagaimana halnya reptil dan kodok, catatan mengenaimamalia G. Salak pun tidak terlalu banyak. Akan tetapi di gunung ini jelas ditemukan beberapa jenis penting seperti macan tutul (Panthera pardus), owa jawa (Hylobates moloch), lutung surili (Presbytis comata) dan tenggiling (Manis javanica).


Letusan Gunung Salak 1699 Meluluhkan Bekas Kota PakuanGUNUNG Salak menjulang
tinggi di barat laut Kota Bogor. Gunung yang berketinggian 2.211 meter di
atas permukaan laut ini, terkadang puncaknya diliputi kabut tebal, terkadang
nampak jelas berdiri kokoh.

CURUG Luhur di lereng Gunung Salak, masih terlihat asri, kendati menurut
beberapa penduduk, kelestariannya tak seutuh di zaman Belanda dulu.*
-
AMP/Galura

Pada saat libur akhir tahun pelajaran, ratusan pelajar mengadakan kemping di
beberapa lereng gunung. Bila hanya sampai di lereng, Gunung Salak merupakan
tempat yang jinak dan banyak diakrabi anak-anak remaja.
Di beberapa bagian lereng bahkan sudah berdiri beberapa lokasi wisata.
Misalnya di lereng sebelah barat ada Kawasan Pariwisata Gunung Salak Endah,
terletak 35 km di sebelah barat Kota Bogor, begitu pun di lereng utara.
Pemandangan indah Gunung Salak banyak dilengkapi panorama air terjun. Di
Kawasan Pariwisata Gunung Salak Endah misalnya ada Curug Cigamea dan Curug
Luhur dan Curug Nangka. Semuanya merupakan tempat-tempat berpanorama indah.
Yang paling khas, Gunung Salak ini merupakan saksi bisu perjalanan sejarah
panjang wilayah Bogor. Pada 4 Januari 1699 misalnya, Gunung Salak meletus.
Akibat dari letusan ini, terjadi gempa bumi cukup hebat dan mengubah
kedudukan tanah di sekitarnya.
Kedudukan tanah yang paling khas berubah, dialami oleh daerah bekas Kota
Pakuan, yang dalam tahun-tahun itu ekspedisi VOC tengah mengadakan penelitian
terhadap bekas istana Pakuan, ibukota Kerajaan Pajajaran.
Oleh kejadian letusan dan gempa bumi itu, hutan-hutan lebat di sekitar bekas
Kota Pakuan rata menjadi tanah dan bagaikan sebuah lapangan luas saja.
Beberapa bagian tanah antara Batavia dan aliran Cisadane permukaan tanah
terbelah dan sobek-sobek. Seluruh permukaan tertutup lapisan lumpur.
Di beberapa tempat, lumpur itu mengeras seperti adukan semen mengering, namun
di beberapa tempat tetap basah dan membentuk bubur lumpur sedalam satu kaki.
Bila orang menginjaknya maka akan terbenam ke dalamnya.
Menurut catatan sejarah pula, oleh akibat letusan dan gempa bumi ini, aliran
Sungai Cikeumeuh hilang terbenam ke dalam tanah. Ketika penulis berjalan kaki
dari Ciapus ke Gunung Malang, bertebaran bongkahan-bongkahan batu di tengah
sawah dan menurut penduduk setempat, itu adalah batu sisa-sisa letusan Gunung
Salak ratusan tahun silam.
Akibat dari letusan gunung, aliran Sungai Ciliwung tersumbat lumpur sepanjang
ratusan meter. Van Reebeck hingga sempat meminta upah wilayah bojongmanggis
dan Bojonggede karena dialah yang diberi tugas memimpin anak-buahnya dalam
membersihkan sumbatan itu. 
Namun ternyata letusan Gunung Salak yang hebat itu tak mencatat adanya korban
manusia. Rupanya di tahun-tahun itu, jumlah penduduk masih sangat kurang di
sekitar gunung, sehingga kalau pun ada korban jiwa, tak sempat tercatat
dengan seksama.
Milik VOC
Ketika Mataram berkuasa di wilayah Jawa Barat, wilayah Gunung Salak secara de
jure
diklaim sebagai wilayah kekuasaan Mataram. Namun pada 1677 berlangsung
perjanjian dengan VOC. Mataram disibukkan oleh pemberontakan Trunojoyo
sehingga amat kewalahan. Untuk meredam pemberontakan, Mataram minta bantuan
VOC. Yang dimintai bantuan sanggup ikut campur asal dengan beberapa
persyaratan.
Salah satu isi persyaratan itu, kalau VOC berhasil memadamkan pemberontakan,
maka Mataram harus membayar kompensasi berupa tanah. Maka Mataram berjanji
untuk menyerahkan tanah di daerah Priangan, yaitu dari batas aliran Sungai
Cisadane di sebelah barat sampai Sungai Cimanuk di sebelah timur tanpa
dirinci secara jelas. Belakangan VOC membuat rincian berdasarkan versinya
sendiri. Batas aliran Sungai Cisadane dihitung dari mulai hulu sungai hingga
ke anak-anak sungainya.
Dengan demikian, selain sebagian wilayah Gunung Salak masuk kawasan VOC,
daerah bagian anak-anak sungainya pun jadi masuk ke kawasan VOC, sehingga
dengan demikian VOC menjadi dapat upah jauh lebih luas ketimbang yang tertera
dalam perjanjian.
”Sekarang, Gunung Salak menjadi milik bangsa Indonesia secara utuh, namun
dalam menjaga kelestariannya tidak seketat ketika wilayah ini dikuasai
Belanda,” tutur Ahmad penduduk Gunungmalang ketika melihat hutan-hutan di
kawasan ini dianggap kurang utuh kelestariannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar