Keadaan penduduk suatu daerah dapat digambarkan dengan melihat jumlah,
sebaran atau kepadatan, dan komposisinya. Jumlah akan lebih bermakna jika
dibandingkan dengan luas daerah tempat penduduk berada atau dibandingkan
dengan daerah lainnya. Sebaran menunjukkan dimana saja penduduk suatu
daerah tinggal atau terkonsentrasi. Sementara itu, komposisi menunjukkan
susunan penduduk berdasarkan variabel tertentu, misalnya usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, agama, dan lain-lain.
Kepadatan penduduk dapat dibedakan menjadi kepadatan aritmetik,
kepadatan fisiologi, dan kepadatan agraris. Kepadatan aritmatik diperoleh
dengan membagi jumlah penduduk dengan luas wilayah. Kepadatan fisiologi
dinyatakan dengan perbandingan antara jumlah penduduk dengan wilayah yang
dapat ditanami. Kepadatan agraris dinyatakan dengan perbandingan jumlah
penduduk pertanian dengan wilayah yang dapat ditanami. Misalya perencanaan
pendidikan, penyediaan dan perluasan lapangan kerja, transmigrasi, penyediaan
fasilitas sosial dan ekonomi, perencanaan wilayah dan kota.
Sebaran kepadatan penduduk yang tidak merata dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor tersebut menurut Clark (1972), di antaranya adalah seperti berikut.
a. Iklim
Manusia cenderung tinggal di daerah yang iklimnya nyaman untuk
ditempati. Keadaan suhu, kelembapan, curah hujan, dan unsur iklim lainnya
yang mendukung kegiatan pertanian banyak ditempati oleh manusia.
b. Keadaan Relief
Penduduk lebih menyukai tinggal dan beraktivitas di daerah yang datar.
Daerah ini selain merupakan daerah endapan yang subur juga memudahkan
mobilitas antardaerah.
c. Keadaan Tanah
Tanah yang subur cenderung dipadati oleh manusia apalagi pada daerah yang
masih mengandalkan pada SDA sebagai sumber penghidupan. Daerah tesebut
biasanya di sekitar gunung berapi, lembah, dataran aluvial, dan lain-lain.
d. Keberadaan Sumber Energi dan Mineral
Pemusatan penduduk juga seringkali berkaitan dengan keberadaan sumber
energi dan mineral. Daerah-daerah pertambangan menawarkan sejumlah
peluang pekerjaan, tidak hanya yang langsung berkaitan dengan tambang
tetapi juga berbagai kebutuhan pekerja tambang. Akibatnya, banyak penduduk
yang tinggal di daerah sekitar pertambangan.
e. Aktivitas Ekonomi
Pusat kegiatan ekonomi menjadi daya tarik bagi penduduk daerah lainnya
untuk datang dan bermukim di daerah tersebut. Alasan ekonomi sangat
dominan dari mobilitas penduduk menuju suatu wilayah. Karena itu, sebaran
kepadatan terjadi pada daerah yang aktivitas ekonominya berkembang pesat.
f. Pengaruh Sosial dan Sejarah
Sebaran penduduk tidak hanya karena kondisi saat ini, tetapi juga
merupakan pengaruh dari perjalanan sejarah masa silam yang panjang. Pusatpusat
peradaban yang telah lama berkembang bisanya menjadi pusat-pusat
konsentrasi penduduk saat ini. Faktor sosial juga berperan dalam distribusi
penduduk. Konsentrasi penduduk dapat terjadi karena perbedaan budaya,
agama, sistem sosial, pelayanan sosial, kemajuan medis, tingkat pendidikan,
kebijakan kependudukan nasional, perubahan batas-batas politis.
g. Faktor Biotis (Keberadaan Hewan dan Tumbuhan)
Manusia membutuhkan makanan dari hewan dan tumbuhan. Karena itu,
konsentrasi manusia juga pada zaman dulu terkait dengan keberadaan hewan
dan tumbuhan sebagai sumber makanannya. Pada saat ini, ketika sarana dan
prasarana transportasi memadai, konsentrasi manusia tidak selalu harus
dekat atau berada di sekitar sumber makanan.
Faktor biotis juga dapat menjadikan penduduk berkurang konsentrasinya
pada suatu wilayah. Berjangkitnya penyakit mematikan di suatu wilayah
membuat sebagian penduduknya mati atau pindah ke tempat lainnya.
2. Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk dapat dibedakan menjadi mobilitas permanen dan
nonpermanen. Mobilitas penduduk yang bersifat permanen disebut migrasi.
Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lainnya
melewati batas negara atau batas administratif dalam negara dengan tujuan
untuk menetap. Sementara itu, mobilitas nonpermanen dibedakan menjadi
komutasi dan sirkulasi. Komutasi disebut juga nglaju atau ulang-alik merupakan
pergerakan penduduk yang tidak dimaksudkan untuk menginap melainkan
pulang pergi dan pulang pada hari yang sama. Pada pagi hari pergi ke tempat
tujuan dan pada malam siang, sore atau malam hari pulag kembali ke tempat
asal. Sirkulasi (tinggal nginap) merupakan mobilitas yang dilakukan dengan
nginap di daerah tujuan.
Migrasi dapat dibedakan menjadi migrasi internasional dan internal. Migrasi
internasional adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. Migrasi
yang merupakan masuknya penduduk ke suatu negara disebut imigrasi, sebaliknya
keluarnya penduduk dari satu negara ke negara lainnya disebut emigrasi.
Migrasi internal merupakan perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah
lainnya dalam satu negara. Perpindahan penduduk ke luar suatu daerah tempat
asal disebut migrasi keluar (out migration), sebaliknya perpindahan penduduk
ke suatu tempat tujuan disebut migrasi masuk (in migration).
Perpindahan penduduk antardaerah bisa terjadi antara desa ke kota atau
sebaliknya dan antarpulau. Perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke
perkotaan disebut urbanisasi. Urbanisasi juga berarti bertambahnya proporsi
penduduk yang berdiam di daerah perkotaan dan proses berubahnya desa
menjadi kota.
Transmigrasi adalah perpindahan dan atau kepindahan penduduk dari suatu
daerah untuk menetap ke daerah lain yang ditetapkan di dalam Wilayah Republik
Indonesia guna kepentingan pembangunan negara atau karena alasan lain yang
dipandang perlu oleh pemerintah. Daerah-daerah transmigrasi diantaranya
Lampung, Sitiung, Lambo Bujang, Tajau dan lain-lain.
3. Lembaga Sosial
Istilah lembaga sosial dalam bahasa Inggris adalah social institution, namun
social institution juga diterjemahkan sebagai pranata sosial. Hal ini dikarenakan
social institution merujuk pada perlakuan mengatur perilaku masyarakat. Dalam
pengertian sosiologis, lembaga dapat digambarkan sebagai suatu organ yang
berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Lembaga sosial adalah keseluruhan
dari sistem norma yang terbentuk berdasarkan tujuan dan fungsi tertentu dalam
masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa lembaga sosial merupakan himpunan
norma-norma segala segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok
di dalam kehidupan masyarakat.
Terbentuknya lembaga sosial berawal dari kebutuhan masyarakat akan
keteraturan kehidupan bersama. Lembaga sosial terbentuk dari norma-norma
yang dianggap penting dalam hidup bermasyarakatan. Terbentuknya lembaga
sosial berawal dari individu sebagai makhluk sosial, tidak mampu untuk hidup
sendiri, mereka saling membutuhan sehingga timbul aturan- aturan yang disebut
dengan norma kemasyarakatan. Pada dasarnya, manusia tidak mampu hidup
sendiri. Dalam mewujudkan suatu tujuan, manusia selalu membutuhkan orang
lain, manusia membutuhkan komunikasi dengan manusia lain. Oleh karena itu,
manusia disebut mahkluk sosial. Manusia memiliki naluri dasar untuk selalu
berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Untuk itu, diperlukan norma
yang fungsinya mengatur manusia sehari-hari.
Supaya hubungan antarmanusia di dalam suatu masyarakat dapat terjalin
sebagaimana yang diharapkan, dirumuskanlah norma-norma masyarakat. Pada
awalnya, norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lamakelamaan,
norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya dalam bidang
ekonomi, dahulu di dalam jual beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian
dari keuntungan, namun lama-kelamaan, terjadi perubahan kebiasaan bahwa
perantara harus mendapat bagiannya, apakah itu dari pembeli atau penjual.
Keberadaan lembaga sosial selalu melekat pada setiap masyarakat. Hal ini
disebabkan karena setiap masyarakat pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok
supaya keteraturan hidup bersama bisa terwujud. Maka, dirumuskan normanorma
dalam masyarakat sebagai pedoman bertingkah laku. Sejumlah normaini kemudian disebut sebagai lembaga sosial. Tidak semua norma atau aturanaturan
yang ada di masyarakat disebut lembaga sosial. Karena untuk menjadi
sebuah lembaga kemasyarakatan, sekumpulan norma mengalami proses yang
panjang. Sistem norma atau aturan-aturan yang dapat dikategorikan sebagai
lembaga sosial harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut.
a. Sebagian besar anggota masyarakat menerima norma tersebut.
b. Norma tersebut menjiwai seluruh warga dalam sistem sosial tersebut.
c. Norma tersebut mempunyai sanksi yang mengikat setiap anggota masyarakat.
Supaya hubungan antara manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana,
diciptakanlah norma yang mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda.
Terdapat norma yang kekuatan mengikatnya lemah, tetapi ada juga yang kuat
mengikatnya. Di dalam masyarakat, dikenal ada empat tingkatan norma, yaitu
sebagai berikut.
1) Cara (usage). Cara (usage) lebih terlihat pada perbuatan individu dalam masyarakat.
Penyimpangan dalam norma ini tidak akan mendapatkan hukuman berat, tetapi
hanya sekadar celaan. Contoh tindakan yang melanggar norma ini antara lain cara
seseorang makan, ada yang makan dengan bersuara dan ada yang tidak bersuara.
Cara makan yang bersuara cenderung mendapat celaan karena kurang sopan.
2) Kebiasaan (folkways). Kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan secara berulangulang
dalam bentuk yang sama. Salah satu contohnya kebiasaan memberi hormat
kepada yang lebih tua usianya. Bagi mereka yang melanggar akan dikenakan
sanksi disalahkan atas penyimpangan terhadap kebiasaan tersebut.
3) Tata kelakuan (mores). Kebiasaan itu kemudian diterima sebagai patokan atau
norma pengatur kelakuan bertindak, di dalamnya sudah terdapat unsur pengawasan
dan jika terjadi penyimpangan, pelakunya akan dikenakan sanksi.
4) Adat istiadat (custom). Tata kelakuan yang makin kuat mencerminkan kekuatan
pola kelakuan masyarakat yang mengikat para anggotanya. Bagi anggota masyarakat
yang melanggar adat istiadat, ia akan mendapat sanksi sesuai dengan adat
masing-masing.
Ada beberapa ciri yang dapat kita gunakan untuk mengenali suatu lembaga
sosial,antara lain sebagai berikut.
1) Didalamnya terdapat pola pemikiran dan pola perilaku (ideologi). Lembaga
sosial memiliki pola pemikiran dan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas
kemasyarakatan dan hasilnya. Kalau kita perhatikan aktivitas masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, kita dapat melihat adanya perbedaan penampilan
dan perilaku yang menunjukkan pola khas dari setiap lembaga di mana iaberaktivitas. Misalnya, lembaga ekonomi ada organisasinya.
2) Seperangkat aturan atau norma yang dimilikinya relatif kekal. Pada umumnya,
lembaga sosial sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan
pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara karena keberadaan
suatu lembaga sosial berlangsung terus-menerus sampai masyarakat tidak lagi
membutuhkannya. Misalnya, lembaga keluarga.
3) Mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Setiap lembaga sosial memiliki
satu atau beberapa tujuan agar kehidupan bersama dapat berlangsung dengan
tertib. Tujuan itu dibentuk untuk mengatur kegiatan manusia dalam memenuhi
kebutuhannya. Misalnya, lembaga politik agar demokrasi dapat terwujud, lembaga
agama agar ada kedamaian jiwa.
4) Mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
Bentuk penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat
dan masyarakat lainnya. Misalnya Lembaga ekonomi: uang sebagai alat tukar.
Lembaga Agama: ada masjid, gereja, pura, wihara, dan sebagainya. Lembaga
Politik: ada bendera partai, warna yang khas, dan sebagainya.
5) Mempunyai lambang atau simbol. Lambang tersebut secara simbolis menggambarkan
tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan serta menunjukkan ciri khas dari
lembaga tersebut. Misalnya, Lembaga Keluarga: Cincin menunjukkan telah
adanya ikatan. Lembaga sekolah dengan seragam sekolah.
6) Mempunyai tradisi tertulis ataupun tidak tertulis. Tradisi tersebut merupakan dasar
bagi lembaga itu di dalam masyarakat yang harus ditaati oleh setiap individu yang
berhubungan dengan lembaga tersebut. Misalnya, Lembaga ekonomi: pembeli
adalah raja.
Hubungan antara lembaga sosial dalam masyarakat tidak selalu sejalan dan
serasi. Ketidakcocokan antara berbagai lembaga sosial dapat kita lihat dalam
kehidupan masyarakat. Misalnya, kebiasaan merokok, norma dalam lembaga
kesehatan menekankan untuk menghindari kebiasaan merokok tersebut karena
berdampak pada masalah kesehatan. Sebaliknya, berbeda dengan lembaga
ekonomi yang justru menekankan norma yang berbeda. Berkembangnya industri
rokok berarti akan berdampak pada peluasan lapangan kerja, peningkatan
penerimaan pajak oleh negara, dan pembangunan sekolah serta rumah sakit oleh
pemerintah sebagai konsekuensi dari pajak yang diterima. Hal itu terjadi karena
lembaga sosial bukanlah suatu hal yang tetap atau langgeng, melainkan akan
berubah sesuai dengan bertambahnya kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan
antar-lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat, adakalanya perubahan yang
sifatnya cepat tidak dapat diikuti oleh lembaga lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar