Demokrasi liberal adalah nama generik untuk suatu kebudayaan politik yang mengandalkan argumen, dan bukan kekerasan, dalam pembuatan kebijakan publik. Karena itu, demokrasi liberal bukan sekedar sistem politik resmi suatu negara, melainkan suatu operasi kebudayaan yang harus terus berlangsung sampai seluruh rakyat merasa otonom di dalam kehidupan publiknya, karena yakin bahwa transaksi argumen akan mencegah politik menjadi gumpalan-gumpalan dogma. Sejarah kekerasan politik memang sering bersumber dari kepicikan-kepicikan dogmatik.
Salah seorang pendasar gagasan politik liberal adalah Karl Jaspers, seorang psikiater yang kemudian menjadi gurubesar filsafat, menyaksikan dari dekat perangai politik Nazisme. Ia mendalilkan bahwa tugas demokrasi adalah meyebarkan akal sehat ke seluruh masyarakat. Demokrasi menurutnya, bukan sekedar pemerintahan rakyat, melainkan "government of reason, through government by the people". Jadi, suatu kondisi rasionalitas merupakan prasyarat bagi berkerjanya demokrasi. Karena itu sejak awal para pekerja demokrasi harus menjadi promotor rasionalitas.
Sentralnya kedudukan argumen di dalam demokrasi liberal, menjadikannya sebagai fasilitas publik di dalam menyelesaikan perbedaan kepentingan. Suatu 'public reason' akan mengolah persaingan argumen publik, untuk kemudian mencapai suatu konsensus rasional dalam bentuk 'hukum publik'. Karena itu, sifat argumen yang beredar di dalam ruang publik adalah argumen-argumen yang "contestable" . Sebaliknya, semua klaim politik yang "incontestable" , tidak dapat dipromosikan untuk menjadi norma publik.
Melalui mekanisme itulah demokrasi liberal mempertahankan netralitas ruang publik sebagai sarana setiap warga memaksimalkan pilihan-pilihan politiknya. Disini kita mengerti bahwa demokrasi bukanlah tujuan bagi dirinya sendiri, melainkan sekedar sarana untuk menjamin pluralitas nilai di dalam masyarakat. Kedudukan warga negara hanyalah diukur dalam jarak yang sama dari hukum publik. Semua klaim politik demokratis harus dapat menjamin bekerjanya prinsip -dalam istilah John Rawls- "overlapping consensus" di dalam ruang publik. Prinsip ini menjamin tidak terjadinya eksklusivisme di dalam proses representasi politik publik. Artinya, pilihan individual di dalam politik tidak boleh dihalangi oleh aturan-aturan komunitariannya. Hukum publik harus menjamin bahwa preferensi politik individual tidak harus sama dengan keanggotaan komunitariannya. Inilah prosedur utama demokrasi liberal guna memastikan bahwa ruang demokrasi tidak akan menjadi arena pertempuran nilai-nilai absolut.
Penting untuk dibedakan bahwa komunitarianisme adalah tendensi antropologis biasa, yaitu suatu orientasi kultural bahwa setiap orang terikat pada suatu komunitas. Tidak ada identitas di luar komunitas. Komunitarianisme mendasarkan hidupnya pada suatu transcendent belief, yaitu bahwa suatu masyarakat hanya langgeng bila memelihara dan terikat pada suatu tujuan final. Sampai di disini tidak ada soal dengan demokrasi.
Soal baru muncul bila ide komunitarianisme ini hendak dijadikan paradigma bagi kehidupan politik publik. Artinya demokrasi tidak akan mungkin bekerja di bawah arahan suatu definisi final dan absolut tentang hidup.
Demokrasi liberal menghormati pilihan individu. Baginya, Individu adalah nilai tertinggi kehidupan. Menjadi individu artinya memiliki kehendak sendiri dan menjalankan kehendaknya itu menurut caranya sendiri. Itulah inti dari otonominya. Karena itu, tidak boleh ada suatu nilai lain yang diisinkan untuk memaksa, menghalangi atau mengurangi kehendaknya itu. Dengan kata lain, setiap individu, sama bebasnya dalam mengejar kepentingannya. Memiliki kehendak bebas adalah moralitas utama liberalisme. Tidak ada seorang pun memiliki otoritas untuk merumuskan tujuan hidup terbaik bagi orang lain. Paralel dengan pikiran ini adalah bahwa tidak ada satu tujuan tunggal dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu semua pilihan terbuka untuk dijelajahi oleh setiap individu.
Satu-satunya alasan untuk membatasi kebebasan individu adalah bila kebebasan itu telah membatasi kebebasan individu yang lain. Itulah fungsi dari hukum publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar