Suatu perilaku atau budaya yang sudah menjadi kebiasaan akan sulit untuk diubah. Masyarakat lebih menyukai kehidupan mereka berjalan seperti biasa dan berusaha untuk mempertahankan hal-hal yang nyaman. Kondisi ini menjadi alasan bahwa adanya hal-hal baru pada awalnya cenderung ditolak.
Sebagai contoh, orang tuamu mungkin menolak ketika kamu meminta sebuah handphone baru. Bagi mereka, kamu belum cukup dewasa untuk menggunakan alat komunikasi tersebut. Di sini kebanyakan orang lupa bahwa alat komunikasi seperti handphone dibutuhkan semata-mata sebagai alat penghubung antar manusia dalam berkomunikasi, dan tidak ada hubungan dengan kedewasaan seseorang. Tentu seorang anak balita tidak mungkin menggunakan handphone, karena belum mempu menguasai dan mengoperasikan alat tersebut.
Pada umumnya masyarakat sulit mengikuti perubahan yang akan merubah kebiasaan, lembaga sosial, kepercayaan dan kebiasaan. Namun ini tidak berarti bahwa semua perubahan selalu mendapat tantangan dari seluruh anggota masyarakat.
Terdapat lima faktor penting yang sangat berperan dan berpengaruh terhadap diterima atau ditolaknya unsur budaya baru, yaitu:
1. Kebiasaan masyarakat berhubungan dengan masyarakat yang berbeda kebudayaan
Sikap masyarakat yang terbuka beraneka ragam kebudayaan, cenderung menghasilkan warga masyarakat yang lebih mudah untuk menerima kebudayaan asing atau baru. Sebaliknya, masyarakat yang tertutup lebih sulit membuka diri dan mengadakan perubahan. Terbuka dan tertutupnya sebuah masyarakat tidak harus melalui kontak sosial secara langsung. Akses terhadap media komunikasi juga menjadi faktor penentu terbuka atau tertutupnya sebuah masyarakat.
2. Unsur budaya baru mudah diterima jika tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Unsur budaya baru yang masuk diharapkan tidak merusak norma atau peraturan yang ada. Misalnya, sebuah televisi lokal akan menayangkan film-film Holywood dengan tema perselingkuhan. Film tersebut baik dan dipuji di negara-negara Barat, karena menampilkan sosok perempuan yang kuat dan mampu membalas dendam terhadap perbuatan selingkuh suaminya. Meskipun film tersebut baik, masyarakat belum tentu menerimanya. Masyarakat yang memiliki nilai agama yang kuat, yang memahami perselingkuhan sebagai salah (dosa) akan menolak film semacam itu.
Masyarakat bahkan tidak segan-segan memprotes dan memboikot jaringan televisi yang berani menyiarkannya. Contoh yang paling nyata dan terjadi di Indonesia adalah penolakan terhadap terbit dan beredarnya majalah Playboy berbahasa Indonesia. Majalah untuk pembaca dewasa yang terkenal dengan gambar-gambarnya yang seronok ini ditolak masyarakat, karena bertentangan dengan nilai-nilai kesopanan dan agama.
3. Corak struktur masyarakat yang menentukan proses penerimaan unsur kebudayaan baru. Masyarakat dengan struktur yang otoriter akan sukar menerima setiap unsur kebudayaan baru, kecuali kebudayaan baru tersebut langsung atau tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh rezim yang berkuasa. Misalnya, Myanmar dewasa ini hidup di bawah kontrol dan kendali kekuasaan rezim militer yang tidak demokratis. Seluruh aktivitas demokrasi seperti demonstrasi, kebebasan pers, rapat massa, mimbar bebas, bahkan ritual dan ajaran keagamaan semuanya dikontrol pemerintah.
Wartawan asing tidak boleh seenaknya masuk ke negara tersebut. Wartawan dalam negeri juga tidak boleh mengirim berita buruk ke luar negeri. Semua pemberitaan harus seizin dan dikontrol oleh negara. Dalam keadaan demikian, sulit mengharapkan sebuah perubahan ke arah demokrasi di negara Myanmar. Hal yang sama juga terjadi di Tibet yang dikuasai dan dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah China. Kepentingan China adalah Tibet harus tetap berada di bawah kekuasaannya. Sementara rakyat Tibet sendiri ingin memerdekakan diri dan membentuk sebuah negara berdaulat.
Perbedaan kepentingan politik semacam ini menyebabkan pemerintah dan milite China tidak segan-segan menindak dengan keras setiap aksi protes dan kerusuhan di sana. Pers dan turis asing dibatasi, dan kalau perlu juga dilarang masuk ke Tibet. Masyarakat yang tertutup dengan penguasa yang otoriter semacam ini akan menutup diri terhadap segala perubahan, terutama yang membahayakan penguasa sendiri.
4. Unsur kebudayaan baru mudah diterima jika sebelumnya sudah ada unsur budaya yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur baru tersebut.
Misalnya, sudah adanya prasarana jalan yang bisa dilewati kendaraan bermotor di suatu daerah terpencil akan memudahkan masuknya kendaraan-kendaraan bermotor seperti sepeda motor atau mobil. Masyarakat setempat pun akan membeli kendaraan bermotor karena lebih memudahkan mobilitas sosial dibandingkan dengan sarana transportasi tradisional seperti kuda, dokar, dan sebagainya. Demikian pula halnya dengan alat-alat elektronik seperti televisi, VCD/DVD player, komputer, lemari es, dan lain-lain akan mudah diterima kalau sudah ada jaringan listrik yang masuk.
5. Unsur baru yang terbukti mempunyai kegunaan konkret dan terjangkau
Anggota masyarakat akan mudah diterima unsur budaya baru yang terbukti memberikan guna dan bisa dijangkau. Sebaliknya unsur baru yang belum terbukti kegunaanya dan tidak terjangkau oleh kebanyakan anggota masyarakat lebih sulit diterima.
Contoh yang mudah diterima:
a. Pesawat radio dapat diterima dengan mudah oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. . Karena pesawat radio memiliki manfaat yang nyata, yaitu sebagai alat untuk memperoleh hiburan dan informasi. Selain itu, kebanyakan masyarakat juga memiliki kemampuan untuk membelinya.
b. Program listrik masuk desa. Program itu mudah diterima warga setempat karena masyarakat bisa tahu manfaat terbangunnya jaringan listrik di daerahnya. Listrik sangat berguna untuk penerangan dan untuk mengoperasikan alat-alat elektronik yang dibutuhkan warga masyarakat.
c. Kebijakan pemerintah RI mengkonversi atau mengganti penggunaan kompor minyak tanah dengan kompor gas. Selama ini masyarakat umumnya menggunakan kompor minyak tanah untuk memasak maupun membuka usaha. Sejalan dengan semakin mahalnya minyak tanah, pemerintah memutuskan untuk mengubahnya dengan kompor gas. Tetapi, karena gas tergolong mahal, pemerintah meluncurkan program gas tiga kilogram dengan harga yang sangat murah. Bahkan pemerintah pun membagi secara gratis kompor gas dan sebuah tabung berisi gas. Kebijakan ini dilakukan untuk mempercepat proses peralihan dari kompor minyak tanah ke kompor gas.
Perubahan semacam ini tentu menimbulkan pro dan kontra. Meskipun demikian, masyarakat akan dengan senang hati beralih dari kompor minyak tanah ke kompor gas jika perubahan ini menguntungkan. Misalnya, memang terbukti benar, bahwa menggunakan kompor gas jauh lebih murah dari pada menggunakan kompor minyak tanah, baik untuk memasak di rumah maupun untuk kepentingan usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar